Ki Hajar Dewantara, yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat pada 2 Mei 1889, merupakan tokoh pendidikan nasional yang berasal dari keluarga bangsawan Pakualaman, Yogyakarta.
Demi mendekatkan diri dengan rakyat, ia mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara pada usia 39 tahun.
Salah satu tonggak penting dalam sejarah pendidikan Indonesia adalah ketika Ki Hajar Dewantara mendirikan Nationaal Onderwijs Institut Tamansiswa pada 3 Juli 1922 bersama para sahabatnya di Yogyakarta.
Gerakan ini lahir dari keprihatinannya terhadap kondisi pendidikan saat itu, yang hanya bisa diakses oleh kalangan elite. Melalui Tamansiswa, ia membuka peluang pendidikan yang setara bagi semua lapisan masyarakat.
Ajaran Ki Hajar Dewantara pada pendidikan adalah upaya membangun sistem pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai subjek aktif yang dihormati kodrat dan kebutuhannya.
Berikut beberapa pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan dan pengajaran (Ajaran Tamansiswa):
1. Sistem Among (Ing-Ing-Tut / Trilogi Pendidikan)
Melalui sistem Among, yang dikenal dengan semboyan βIng ngarso sung tulodho, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayaniβ, peserta didik diarahkan dengan teladan, motivasi, dan dorongan. Sistem ini juga mencerminkan pendekatan humanis dalam proses belajar mengajar.
2. Kodrat Alam dan Kodrat Zaman
Ajaran Tamansiswa dalam bidang pendidikan tidak sekadar menekankan aspek akademik, melainkan juga pembentukan nilai-nilai kemanusiaan. Konsep pendidikan ini berpijak pada pandangan bahwa mendidik adalah memanusiakan manusia (humanisasi), dengan mempertimbangkan kodrat alam (lingkungan dan potensi alami individu) serta kodrat zaman (perubahan sosial dan budaya).
3. Guru Layaknya Sang Juru Tani
Ki Hajar Dewantara memandang guru layaknya seorang petani yang merawat tanaman, dengan penuh kasih, kesabaran, dan pemahaman akan pertumbuhan anak.
Guru diharapkan menjalin kolaborasi dengan orang tua dan komunitas sekolah, serta terus mengembangkan kompetensinya berdasarkan kebutuhan riil di lapangan.
4. Asah-Asih-Asuh
Tiga prinsip dasar dalam mendidik menurut Ki Hajar Dewantara adalah Asah (mendidik), Asih (mengasihi atau mencintai), dan Asuh (mengasuh atau membina).
Dalam hal ini, bukan hanya mengembangkan pengetahuan, namun juga membentuk karakter.
5. Dengan Suci Hati Berhambalah Kita Kepada Sang Anak
Salah satu nilai luhur dalam ajaran Tamansiswa dalam bidang pendidikan adalah prinsip Dengan Suci Hati Berhambalah Kita Kepada Sang Anak, yang mengedepankan pelayanan tulus kepada siswa. Anak ditempatkan sebagai pusat perhatian dalam sistem pembelajaran.
6. Tri Pusat atau Tri Sentra
Ki Hajar Dewantara juga menekankan pentingnya Tri Pusat Pendidikan, yakni lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai tiga pilar utama pembentukan karakter anak. Guru dituntut menciptakan suasana belajar yang aman dan berpihak kepada siswa.
7. Lawan Sastra Ngesti Mulyo
Konsep Lawan Sastra Ngesti Mulyo mengajarkan bahwa pengetahuan bisa menghapus kebodohan dan membawa kemajuan bagi bangsa.
8. Suci Tata Ngesti Tunggal
βSuci Tata Ngesti Tunggalβ menekankan bahwa kebersihan hati akan membentuk perilaku yang baik menuju kesempurnaan hidup.
Ini selaras dengan ajaran Tamansiswa dalam bidang pendidikan yang menempatkan nilai-nilai batin sebagai dasar pengembangan karakter.
9. Tri-N
Selanjutnya, ajaran Ki Hajar Dewantara pada pendidikan dalam konsep Tri-N:
- Niteni (mengamati dan memahami),
- Nirokke (menirukan),
- Nambahi (mengembangkan lebih lanjut).
Konsep ini menjadi dasar penilaian dalam Kurikulum 2013, yaitu mencakup aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
10. Tri-Nga
Sementara itu, Tri-Nga terdiri dari tiga unsur:
- Ngerti (mengerti/memahami). Aspek ini berhubungan dengan kognitif
- Ngrasa (merasakan). Aspek ini berhubungan dengan afektif.
- Nglakoni (melakukan). Aspek ini berhubungan dengan psikomotor.
Ajaran Tamansiswa dalam bidang pendidikan ini mendorong siswa untuk mengembangkan potensi mereka secara utuh, tidak hanya dari sisi teori tapi juga sikap dan praktik nyata.
11. Tri Sakti Jiwa
Tri Sakti Jiwa mengajarkan bahwa pendidikan harus mengembangkan cipta (pikiran), rasa (emosi), dan karsa (kemauan). Ini menjadi fondasi penting dalam ajaran Ki Hajar Dewantara pada pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya.
12. Tetep-Mantep-Antep
Dalam pembentukan karakter, ajaran Tamansiswa dalam bidang pendidikan juga memuat nilai-nilai Tetep-Mantep-Antep. Artinya tekun, yakin pada prinsip, dan berani menghadapi tantangan.
13. Ngandel-Kendel-Bandel-Kandel
Sementara itu, Ngandel-Kendel-Bandel-Kandel menekankan pentingnya percaya diri, berani, sabar, dan kuat dalam mengejar cita-cita.
14. Neng-Ning-Nung-Nang
βNeng-Ning-Nung-Nangβ menggambarkan proses ketenangan batin (meneng), kejernihan pikiran (wening), kekuatan jiwa (hanung), hingga akhirnya meraih kemenangan (menang).
Ini selaras dengan ajaran Ki Hajar Dewantara pada pendidikan adalah membentuk pribadi yang tenang, bijak, dan mandiri.
15. Tri-Ko
Dalam konteks kerja sama dan pengambilan keputusan, Tri-Ko mengajarkan nilai:
- Kooperatif (kerja sama, misalkan untuk meringankan pekerjaan/biaya),
- Konsultatif (musyawarah),
- Korektif (saling mengingatkan).
16. Tri-Kon
Sedangkan Tri-Kon menekankan bahwa pendidikan harus:
- Berkesinambungan (kontinyu),
- Terbuka terhadap berbagai sumber, boleh dari luar (konvergen),
- Tetap berakar atau berdasarkan pada budaya/kepribadian diri sendiri (konsentris).
17. Tri Pantangan
Sebagai bagian dari ajaran Tamansiswa dalam bidang pendidikan, Tri Pantangan melarang penyalahgunaan kekuasaan, keuangan, dan pelanggaran norma moral atau kesusilaan sebagai bentuk penguatan integritas dalam pendidikan.
Akhirnya, ajaran Ki Hajar Dewantara pada pendidikan adalah sistem yang kaya akan filosofi dan relevan sepanjang zaman.
Melalui pemikiran-pemikirannya, beliau telah meletakkan dasar kuat bagi pendidikan nasional Indonesia yang merdeka, humanis, dan berkarakter.
Tidak heran, ajaran Tamansiswa dalam bidang pendidikan terus menjadi inspirasi dalam merancang pembelajaran yang berpihak pada siswa.